Posted Maret 4, 2009
on:Lebih Unggul ?
Software Senayan VS OpenBiblio
Saat ini banyak tersedia software otomasi perpustakaan berbasis open source yang dapat digunakan gratis oleh perpustakaan. Bagi perpustakaan yang tidak, memiliki dana yang memadai untuk mengadakan software perpustakaan, tetap dapat mengimplementasikan otomasi perpustakaan dengan, memanfaatkan software otomasi perpustakaan berbasis open source.
Senayan dan OpenBiblio merupakan contoh dari sekian banyak software otomasi perpustakaan berbasis open source. Sebenarnya seperti apakah software Senayan dan OpenBiblio itu, berikut tampilan
perbandingannya :
No. |
Jenis Pembanding |
Senayan3-stable1 |
OpenBiblio 0.6.0 |
|
|
|
|
1 |
Nama |
Senayan |
OpenBiblio |
2 |
Logo |
|
|
3 |
Web |
Apache |
Apache |
4 |
Jenis |
MySQL |
MySQL |
5 |
Bahasa |
Bahasa |
Bahasa |
6 |
Sistem |
Windows |
Windows |
7 |
Programing |
Php |
Php |
8 |
Pengembang |
Depdiknas |
Hasil |
9 |
Webside |
||
10 |
Instalasi |
Instalasi |
Instalasi |
11 |
Fitur |
Menu |
Menu |
a. |
|
||
– Judul |
– Judul |
||
– Edisi |
– Edisi |
||
– Kepengarangan |
Tidak ada |
||
– GMD (General Material Designation) atau |
– Deskripsi Fisik |
||
– No. ISBN/ISSN |
– No. ISBN |
||
– No. Klasifikasi |
– Nama Personal |
||
– Nama Penerbit |
– Nama Penerbit |
||
– Tahun Terbit |
– Tahun Terbit |
||
– Tempat Terbit |
Tidak ada |
||
– Judul Seri |
– Anak Judul |
||
– No. Panggil |
– No. Panggil |
||
– Topik/ Subjek |
– Subjek Buku |
||
– Pilihan Bahasa Dokumen |
Tidak ada |
||
– Abstrak |
– Abstrak |
||
– Image (Gambar sampul koleksi) |
Tidak ada |
||
– Attachment |
Tidak ada |
||
– Kode Judul Koleksi |
Tidak ada |
||
– Kode Inventaris |
Tidak ada |
||
– Lokasi |
Tidak ada |
||
– Site/Placement |
Tidak ada |
||
– Status Koleksi |
Tidak ada |
||
– No. Order |
Tidak ada |
||
– Tanggal Order |
Tidak ada |
||
– Tanggal Peneriman Koleksi |
Tidak ada |
||
– Supplier |
Tidak ada |
||
– Item Source |
Tidak ada |
||
– Pemesanan |
Tidak ada |
||
– Tanggal Pemesanan |
Tidak ada |
||
– Harga Pembelian |
– Harga Pembelian |
||
Tidak ada |
– Penanggung jawab penerbitan |
||
Tidak ada |
– Jenis Material |
||
Tidak ada |
– Jenis Koleksi |
||
b. |
Tidak ada |
||
– Daftar Data Bibliografi yang telah ada |
|
||
c. |
Tidak ada |
||
– Daftar Item yang ada pada Database |
|
||
d. |
Tidak ada |
||
e. |
Tidak ada |
||
– Untuk mencetak label koleksi |
|
||
f. |
Tidak ada |
||
– Untuk mencetak Barcode |
|
||
g. |
Tidak ada |
||
– Untuk Mengambil Data dari Luar Senayan |
|
||
h. |
Tidak ada |
||
– Untuk mengambil Data dari Senayan ke |
|
||
|
|
||
Menu |
Menu Administrator : |
||
a. |
– Identitas Staf |
||
– ID anggota, Nama anggota, Tipe |
– Identitas Tambahan Anggota |
||
b. |
– Tipe Anggota |
||
– Batas eksemplar keanggotaan, Lama |
– Hak Peminjam |
||
c. |
Tidak ada |
||
– Untuk Mengambil Data dari Luar Senayan |
|
||
d. |
Tidak ada |
||
– Untuk mengambil Data dari Senayan ke |
|
||
Tidak ada |
– Identitas Perpustakaan |
||
Tidak ada |
– Jenis Material |
||
Tidak ada |
– Jenis Koleksi |
||
Tidak ada |
– Tema |
||
Tidak ada |
– Bantuan (Untuk operator dalam |
||
|
|
||
Menu |
Menu |
||
a. |
– Peminjaman |
||
– ID anggota, Nama anggota, Tipe |
– Pesan Koleksi (status koleksi) |
||
b. |
Ada |
||
c. |
Ada |
||
d. |
Ada |
||
– Daftar sejarah peminjaman |
Ada |
||
e. |
Ada |
||
f. |
Ada |
||
Ada |
– Manajemen Keanggotaan |
||
|
|
||
Menu |
|
||
a. |
Tidak ada |
||
– Daftar stock opname yang pernah |
|
||
b. |
Ada |
||
– Pengembalian status koleksi yang |
|
||
c. |
Ada |
||
d. |
Ada |
||
– Untuk memulai stock opname |
|
||
|
|
||
Menu |
Menu |
||
a. |
– Copy Search (Barcode) |
||
b. |
– Anggota yang terlambat |
||
c. |
– Balance Due Member List |
||
d. |
– Daftar Koleksi Terpinjam |
||
e. |
– Daftar Buku Pesanan |
||
f. |
Ada |
||
g. |
Ada |
||
h. |
Ada |
||
Ada |
– Stock Opname |
||
Ada |
– Pengembalian Buku yang Hilang |
||
Ada |
– Recyncronize |
||
Ada |
– Laporan Pengembalian |
||
Ada |
– Koleksi Paling Populer |
||
Ada |
– Laporan Koleksi yang Hilang |
||
|
|
||
Menu |
|
||
a. |
Tidak ada |
||
– untuk mengubah tampilan OPAC, Admin, |
Tidak ada |
||
b. |
Tidak ada |
||
– Daftar modul, menambah modul, letak |
Tidak ada |
||
c. |
Tidak ada |
||
– Menentukan pengguna yang dapat |
Tidak ada |
||
d. |
Tidak ada |
||
– Untuk menentukan pengguna dan grup serta memberikan hak baca dan tulis pada |
Tidak ada |
||
e. |
Tidak ada |
||
– Untuk menentukan hari-hari dimana Perpustakaan |
Tidak ada |
||
f. |
Tidak ada |
||
– Untuk membuat barcode. |
Tidak ada |
||
g. |
Tidak ada |
||
– Untuk melihat proses yang dilakukan |
Tidak ada |
||
h. |
Tidak ada |
||
– Untuk membuat cadangan database |
Tidak ada |
||
18 |
Relasi |
Kompleks |
Lebih |
|
|
|
|
Dari perbandingan tersebut, dapat dilihat bahwa dengan fasilitas dan menu milik Senayan memang dapat menarik minat penguna software otomasi perpustakaan berbasis open source karena software ini dapat diperoleh dengan mudah, fitur yang lengkap, pengoperasian yang mudah dan penggunan juga dapat memodifikasinya sesuai dengan kebutuhan perpustakaan.
Kedua software tersebut memang baik, Akan tetapi untuk pemilihan diantara kedua software tersebut tergantung pada kebijakan yang diambil pada masing-masing unit perpustakaan.
Jabatan Perpustakaan
Posted Maret 2, 2009
on:abatan Fungsional Pustakawan
Jabatan fungsional Pustakawan di Indonesia mulai diterapkan sejak tahun 1988 yaitu dengan terbitnya SK Menpan nomor 18/1988. Penerapan jabatan fungsional ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai sekaligus untuk menetapkan dan mengukur kompetensi pegawai perpustakaan melalui sistem penilaian pelaksanaan pekerjaan. Jenjang jabatan diukur berdasarkan prestasi yang dimilikinya yang dicerminkan dengan nilai kredit kumulatif yang dicapai oleh pegawai yang bersangkutan. Dengan demikian maka seseorang yang menduduki jabatan tertentu ia telah memiliki kompetensi untuk jabatan tersebut.
Yang mengatur jabatan fungsional pustakawan saat ini adalah Keputusan Menpan nomor 132/KEP/M.PAN/12/2002 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya. Menurut KepMenpan tersebut jabatan fungsional pustakawan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri. Sedangkan yang dimaksud dengan pustakawan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan, dokumentasi dan informasi di instansi pemerintah dan atau unit tertentu lainnya.
Pustakawan terdiri dari Pustakawan Tingkat Terampil adalah pustakawan yang memiliki dasar pendidikan untuk pengangkatan pertama kali serendah-rendahnya Diploma II perpustakaan, dokumentasi dan informasi atau Diploma bidang lain yang disetarakan, dan Pustakawan Tingkat Ahli adalah pustakawan yang memiliki dasar pendidikan untuk pengangkatan pertama kali serendah-rendahnya Sarjana perpustakaan, dokumentasi dan informasi atau Sarjana bidang lain yang disetarakan. Sedangkan yang dimaksud dengan Unit perpustakaan, dokumentasi dan informasi adalah unit kerja yang memiliki sumber daya manusia minimal seorang pustakawan, ruangan/tempat khusus dan koleksi bahan pustaka sekurang-kurangnya 1.000 judul dari berbagai disiplin ilmu yang sesuai dengan jenis dan misi perpustakaan yang bersangkutan serta dikelola menurut sistem tertentu.
Berdasarkan KepMenpan 132/KEP/M.PAN/12/2002 ini dikenal dua kelompok pustakawan yaitu: (1) Pustakawan Tingkat Terampil yang terdiri dari 3 (tiga) jenjang jabatan seperti pustakawan pelaksana, pustakawan pelaksana lanjutan, dan pustakawan penyelia; dan (2) Pustakawan Tingkat Ahli yang terdiri dari 4 (empat) jenjang jabatan seperti pustakawan pertama, pustakawan muda, pustakawan madya, dan pustakawan utama.
Pustakawan yang hendak menduduki jabatan di atasnya disyaratkan untuk mengumpulkan sejumlah angka kredit sesuai dengan Kep Menpan 132/2002. Angka kredit ini kemudian diajukan kepada pimpinan dalam bentuk Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK). Angka kredit yang diusulkan akan diteliti oleh tim penilai. Bila disetujui, maka proses akan diteruskan untuk dibuatkan Penetapan Angka Kredit (PAK). Jika usulan angka kredit ini tidak disetujui, maka DUPAK akan dikembalikan kepada pustakawan yang bersangkutan dengan catatan.
Tentu saja penilaian ini tidak selalu berjalan dengan lancar. Beberapa kendala terjadi terutama jika tim penilai menemukan usulan angka kredit yang kegiatannya tidak ada dalam Kep Menpan. Dalam hal demikian maka tim penilai akan mengambil langkah-langkah kebijakan yang dapat memuaskan semua pihak.
Butir-butir Kegiatan Pustakawan
Secara umum butir-butir kegiatan pustakawan yang dapat dinilai terdiri dari dua unsur kegiatan yaitu unsur kegiatan pokok dan unsur kegiatan penunjang. Unsur kegiatan pokok terdiri atas 4 kegiatan yaitu:
(1) Pendidikan dengan sub-unsur seperti (a) pendidikan sekolah dan memperoleh ijazah/gelar dan; (b) Pendidikan dan pelatihan kedinasan kepustakawanan serta memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidi kan dan Pelatihan (STTPP) atau sertifikat.
(2) Pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi bahan pustaka/sumber informasi dengan sub-unsur seperti (a) Pengembangan koleksi; (b) Pengolahan bahan pustaka; (c) Penyimpanan dan pelestarian bahan pustaka; (d) Pelayanan informasi;
(3) Pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi dengan sub-unsur seperti (a) Penyuluhan; (b) Publisitas; (c) Pameran;
(4) Pengkajian dan pengembangan perpustakaan, dokumentasi dan informasi dengan sub-unsur seperti (a) Pengkajian; (b) Pengembangan perpustakaan; (c) Analisis/kritik karya kepustakawanan; (d) Penelaahan pengambangan di bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi; dan
(5) Pengembangan Profesi dengan sub-unsur seperti (a) Membuat karya tulis/ karya ilmiah di bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi; (b) Menyusun pedoman/ petunjuk teknis perpustakaan, dokumentasi dan informasi; (c) Menerjemahkan/ menyadur buku dan bahan-bahan lain di bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi; (d) Melakukan tugas sebagai Ketua Kelompok/ Koordinator Pustakawan atau memimpin unit perpustakaan; (e) Menyusun kumpulan tulisan untuk dipublikasikan; (f) Memberi konsultasi kepustakawanan bersifat konsep.
Sedangkan unsur kegiatan penunjang meliputi sub-unsur kegiatan (a) mengajar, (b) melatih, (c) membimbing mahasiswa yang berkaitan dengan ilmu perpusdokinfo, (d) memberikan konsultasi teknis sarana dan prasarana perpusdokinfo, (e) mengikuti seminar, lokakarya dan pertemuan bidang kepustakawanan, (f) menjadi anggota profesi kepustakawanan, (g) melakukan lomba kepustakawanan, (h) memperoleh penghargaan/ tanda jasa, (i) memperoleh gelar kesarjanaan lainnya, (j) menyunting risalah pertemuan ilmiah, dan (k) Keikutsertaan dalam tim penilai jabatan pustakawan.
Standard Kompetensi Pustakawan
Pustakawan merupakan suatu profesi, oleh karena itu seorang pustakawan seharusnya profesional dalam bidangnya. Untuk mendapatkan predikat profesional tersebut seharusnya seorang pustakawan harus memiliki sertifikat keahlian. Dan untuk mendapatkan sertifikat keahlian tersebut ia harus lulus dalam ujian sertifikasi. Jadi profesional tersebut tidak cukup hanya dengan memiliki ijazah akademik (kompetensi akademik) saja.
Untuk menyusun standar kompetensi ini organisasi profesi dapat bekerjasama dengan Perpustakaan Nasional RI sebagai regulator dan perguruan tinggi sebagai pakar kepustakawanan. Pada saat yang sama, beberapa lembaga yang mampu dapat ditunjuk untuk menerbitkan sertifikasi. Untuk setiap jabatan/pekerjaan/job tersebut, perlu didefinisikan kompetensi ataupun kemampuannya (knowledge, skill, attitude). Dari kerjasama antara organisasi profesi dalam hal ini Ikatan Pustakawan Indonesia, Perpustakaan Nasional RI dan perguruan tinggi dapat dibuat standar kompetensi pustakawan di Indonesia.
Kompetensi didefinisikan berdasarkan kebutuhan menjalankan suatu pekerjaan (job). Sebagaimana pada pekerjaan terdapat penjenjangan, demikian juga kompetensi memiliki penjenjangan menurut tingkat kesukaran. Sebagai contoh, pekerjaan otomasi perpustakaan membutuhkan kompetensi menggunakan perangkat lunak perpustakaan. Dari kompetensi ini dapat diturunkan pelatihan apa yang diharapkan membekali pustakawan tersebut untuk memiliki kompetensi ini. Kompetensi ini juga dipakai untuk menguji (meng”assess”) keberhasilan dari pelaksanaan pelatihan ini. Kemudian pelatihan ini dipaketkan dalam program studi yang diselenggarakan bagi pustakawan.
Proses “assessment” dilakukan dengan mengukur apakah pustakawan tersebut dapat melakukan tugas yang mencerminkan kompetensi itu. Assessment dilakukan per kompetensi. Sebagai contoh untuk mencek kemampuan pustakawan menggunakan perangkat aplikasi perpustakaan CDS/ISIS, pustakawan diminta untuk melakukan beberapa tugas pokok yang menjadi inti dari pekerjaan menggunakan CDS/ISIS, misalnya bagaimana instalasi CDS/ISIS, pembuatan struktur basisdata buku, pengisian (inputting) data buku, penelusuran data dengan CDS/ISIS, pencetakan data buku, pertukaran data dengan basisdata lain sejenis dan sebagainya.
Dalam prakteknya sebaiknya lembaga yang melakukan assessment berbeda dari lembaga yang melakukan pelatihan. Assessment dilakukan oleh lembaga (sebaiknya indipenden) yang memiliki sertifikat untuk melakukannya, dalam hal ini Ikatan Pustakawan Indonesia dapat membentuk divisi untuk keperluan sertifikasi kompetensi pustakawan atau menunjuk lembaga lain (misalnya perguruan tinggi tertentu) jika IPI belum siap untuk melakukannya sendiri. Lembaga ini (Ikatan Pustakawan Indonesia) mengeluarkan sertifikasi kompetensi bagi peserta yang lulus. Hal ini diperlukan untuk menjamin standar kualitas dari pustakawan yang dihasilkan. Terlebih apabila jumlah lembaga pendidikan yang diselenggarakan cukup banyak, maka keberadaan lembaga assessment dapat menolong proses yang ketat namun tetap terkontrol. Assessment diselenggarakan berkala menurut sebuah jadwal.
Standar Pengujian dan Sertifikasi
Pengujian dan sertifikasi adalah dua hal berhubungan sebab akibat. Seperti halnya kalau kita dibangku kuliah. Setelah melakukan kuliah selama satu semester, maka di akhir semester dosen akan memberikan ujian untuk mengetahui seberapa jauh seorang mahasiswa menguasai ilmu yang diajarkan oleh sang dosen. Dan hasilnya adalah berupa transkrip nilai. Jika ujian kita baik, maka kita akan lulus dan memperoleh transkrip dengan nilai yang bagus pula. Namun sebaliknya, apabila ujian kita jelek, maka dosen dapat menyatakan mahasiswa yang bersangkutan tidak lulus.
Pengujian (Assessment)
Setelah mengetahui kompetensi-kompetensi pustakawan, maka harus dibuat mekanisme pengujian (assesment) untuk menilai apakah seseorang sudah memiliki kompetensi yang disyaratkan. Cara yang paling gampang yaitu dengan merujuk kepada standar-standar kompetensi yang telah didefinisikan.
Sertifikasi
Sertifikat diberikan kepada seseorang yang memenuhi standar-standar yang telah ditentukan sesuai dengan bidang keahlian atau pekerjaannya. Sertifikat ini identik dengan ijazah pada pendidikan formal. Bedanya adalah sertifikat ini lebih mengacu kepada keahlian.
Dengan menggunakan standar-standar kompetensi, pustakawan dapat juga dibuatkan sertifikat untuk masing-masing keahlian. Dan untuk memperoleh sertifikat pada bidang keahlian atau profesi tertentu, maka seseorang biasanya harus menguasai kompetensi inti dan kompetensi pilihan yang telah disyaratkan.
Kompetensi inti (core competency) adalah kumpulan unit-unit kompetensi yang harus dikuasi semua oleh seseorang yang ingin memperoleh sertifikat pada bidang tertentu. Sedangkan kompetensi pilihan (elective competency) adalah kumpulan unit-unit kompetensi dimana apabila seseorang ingin mendapatkan suatu sertifikat, maka harus menguasai beberapa kompetensi yang ada pada kompetensi pilihan ini. Kompetensi inti dan pilihan ini identik dengan mata kuliah wajib dan mata kuliah pilihan di pendidikan tinggi.
Manfaat Kompetensi bagi Pustakawan Indonesia
Apabila pustakawan Indonesia ingin bersaing di dalam memperebutkan pasar kerja baik di ASEAN maupun di dunia, mau tidak mau Indonesia harus membuat standar kompetensi bagi pustakawan. Standar kompetensi ini sebaiknya mengacu kepada standar kompetensi pustakawan yang berlaku di negara maju seperti Inggris dan Amerika. Standar tersebut kemudian dijadikan acuan dalam melakukan sertifikasi profesi. Jadi seorang pustakawaan yang memiliki sertifikat profesi sebagai pustakawan pelayanan web/web librarian, dia akan diakui oleh sebagai web librarian dimanapun ia bekerja. Dengan demikian maka pasar kerja pustakawan Indonesia akan menjadi lebih luas. Sebaliknya, standar kompetensi pustakawan ini akan menjadi filter untuk tenaga kerja yang akan masuk ke Indonesia. Pustakawan dari negara lain tidak bisa sembarangan masuk dan bekerja di perpustakaan-perpustakaan di Indonesia.
Konsekuensinya adalah pustakawan di Indonesia harus meningkatkan kualitasnya sehingga standar kompetensi yang akan dibuat dapat mendekati standar kompetensi yang berlaku di negara maju. Jika tidak, ada dua hal yang akan terjadi sebagai akibat dari diberlakukannya standar kompetensi ini. Pertama, jika nilai-nilai pada standar kompetensi dibuat dengan standar rendah karena ingin Hal ini untuk menampung agar cukup banyak pustakawan yang bisa lolos dalam uji sertifikasi kompetensi. Namun karena standarnya rendah, maka sertifikat kita mungkin tidak diakui di tingkat internasional. Jika ini terjadi maka pustakawan Indonesia sulit masuk ke negara lain, dan sebaliknya pustakawan dari negara lain dengan mudahnya masuk ke Indonesia. Kedua, nilai-nilai pada standar kompetensi dibuat tinggi. Namun resikonya mungkin banyak pustakawan kita yang tidak bisa lolos dalam uji sertifikasi. Keuntungannya, pustakawan kita bisa “laku” di negara lain, dan pustakawan dari negara lain dapat difilter untuk masuk ke Indonesia.
Daftar Pustaka
Bandung Hi-Tech Valley (2003). Blue Book IT Human Resource Development. Bandung: KPP ME dan Material PAU ITB.
Harkrisyati Kamil (2004). Perpustakaan sebagai pusat sumber belajar. Makalah Munas dan Seminar Ilmiah FPPTI, Bandung.
Kismiyati, T (2004). Kompetensi Pustakawan. Makalah disampaikan pada Pelatihan Perpustakaan Perguruan Tinggi, tanggal 28 September 2004 di Cisarua, Bogor
Local Government Institut /LGI. (2002). Core Competencies for Library Systems: Word Processing Document Files. University Place, WA: LGI.
Masyarakat Kelistrikan Indonesia. Standard Kompetensi Bidang Keahlian Ketenaga-listrikan.
Saleh, A.R. (2004). Standar Kompetensi Pustakawan dan Masa Depan Pustakawan Indonesia. dalam. Dinamika Perpustakaan IPB menuju Universitas Riset. Bogor: IPB Press.
Sulistyo-Basuki (1991). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Utomo, B. S. (2004). Pokok-pokok pikiran pengembangan standar kompetensi kepustakawanan. Bahan diskusi di Perpustakaan Nasional RI (tidak dipublikasi).
Hello world!
Posted Maret 2, 2009
on:Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!
Komentar Terbaru